Khutbah Idul Fitri 2018 ‘Seorang Pemimpin Yang Sehat’

نسخة

 الخطبة لعيد الفطر

إعداد:

الأستاذ الدكتور أندس الحاج راشدين علي سعيد

رئيس معهد البركة للتربية الإسلامية الحديثة

1 شوال 1439 هــــــــــــــ

بساتاك – غافونج – باتهانرووو – عانجوك

2018 م

       اللهُ أَكْبَرْ 7× اللهُ أَكْبَرْ كُلَّمَا هَلَّ هِلَالٌ وَأَبْدَرْ، اللهُ أَكْبَرْ كُلَّمَا صَامَ صَائِمٌ وَأَفْطَرْ، وَكُلَّمَا أَطْعَمَ الْقَانِعُ الْمُعْتَرّْ.

       اللهُ أَكْبَرْ 3× ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرْ، اللهُ أَكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْد.

       الْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ سَهَّلَ لِلْعِبَادِ طَرِيْقَ الْعِبَادَةِ وَيَسَّرْ، وَوَفَاهُمْ أُجُوْرَ أَعْمَالِهِمْ مِنْ خَزَائِنِ جُوْدِهِ الَّتِيْ لَاتُحْصَرْ، وَجَعَلَ لَهُمْ يَوْمَ عِيْدٍ يَعُوْدُ عَلَيْهِمْ فِيْ كُلِّ سَنَةٍ وَيَتَكَرَّرْ، أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَهُوَ الْمُسْتَحَقُّ لِأَنْ يُحْمَدَ وَيُشْكَرْ، وَأَشْكُرُهُ عَلَى نِعَمٍ لَا تُعَدُّ وَلَا تُحْصَرْ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهْ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمَلِكُ الْعَظِيْمُ الْأَكْبَرْ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الشَّافِعُ فِي الْمَحْشَرْ، اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ أَذْهَبَ عَنْهُمُ الرِّجْسَ وَطَهَّرْ.

       (أَمَّا بَعْدُ) فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا اللهَ وَلَا تَغُرَّنَّكُمْ وَمَدِّدِ الْأَعْمَارْ.

Hadirin Kaum Muslimin dan Muslimat Sidang Idul Fitri Yang Berbahagia!

          Puja dan puji syukur yang sedalam-dalamnya, dengan penuh perasaan gembira, kita sanjungkan kehadirat Allah SWT, Tuhan yang telah memanjangkan usia kita, sehingga di pagi yang ceria ini kita dapat berkumpul bershaf-shaf memenuhi tempat yang berkah ini.

          Fajar tanggal 1 Syawal telah menyingsing di ufuk Timur, pada saat ini kita berada pada hari yang agung, pada hari ini pula Allah ‘azza wa jalla memperlihatkan kemuliaan dan keagungan-Nya, di mana seluruh umat TAUHID di segala penjuru dunia, bersedia untuk bangkit secara serentak menggemakan dan mengumandangkan takbir, tahlil, dan tahmid.

اللهُ أَكْبَرْ 3× ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرْ، اللهُ أَكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْد.

          Pengumandangan tersebut merupakan realisasi rasa syukur, sebagai ungkapan kesadaran, kalimat keyakinan, serta merupakan panji-panji kemenangan dan kejayaan umat Islam.

Hadirin hadirat rahimakumullah….!

          Dalam suasana hati yang penih kegembiraan ini, dengan segala kemewahan yang terasa dipaksakan, dengan segala keberlebihan yang sukar dibayangkan, dalam pesta semesta yang gegap gempita, oleh gemuruh takbir kemenangan yang hingar bingar, meliputi seluruh angkasa raya, menggelora ke dalam jiwa, hingga mendirikan bulu-bulu roma. Marilah sejenak kita melakukan perenungan pada hakikat makna ibadah yang telah kita lalui bersama, pada nuansa hati yang tak terkendali ini…

          Benarkah, selama sebulan lamanya kita telah menjalankan ibadah puasa, dengan penuh ketaatan dan kepatuhan, hanya mengharap ridha-Nya,sebagai bukti meningktanya kualitas ketaqwaan kita kepada Allah SWT…? Sebagaimana maksud dicanangkannya puasa itu sendiri;

يَا أَيُّهَا اَّلذِيْنَ آمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى اَّلذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ. (سورة البقرة: 183)

Artinya:

“Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kalian berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian, mudah-mudahan kalian semua bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)

          Betulkah, kita semua telah lulus dalam menghadapi ujian berpuasa sebulan penuh lamanya, membendung dan menyingkirkan segala godaan dan nafsu angkara murka?

          Berhasilkah kita membersihkan iman, dari bintik-bintik kemaksiatan, kemunafikan, dan kemungkaran?

          Hari ini Ramadhan telah berlalu……, bulan suci, bulan yang penuh rahmat dan maghfiroh, relakah kita melepaskannya seadanya…? Bagaimanapun, seiring dengan menggelindingnya jarum jam, terpaksa kita harus rela melepaskannya.

          Hari ini hari bersuka ria. Namun……., adakah suka ria kita sedang mensyukuri kemenangan atas setan dan kemaruk hawa nafsu? Ataukah karena kita kini terbebas kembali seperti semula? Tak ada lagi yang kita sungkani. Atau bahkan terstimulir oleh kemenangan yang ada pada pihak setan dan nafsu atas diri kami…..! Naudzu billahi min dzalik.

          YAA RABB….. ! Rasanya puasa kami hampa, jiwa ini miskin tak berarti apa, bahkan diri ini bergelimang noda dan dosa. Maka, hanya rahmat dan maghfirah-Mu Ya, Allah…… yang kami minta, kami ibarat setetes embun dalam lautan keagungan-Mu.

Hadirin Kaum Muslimin dan Muslimat Sidang Idul Fitri Yang dimuliakan Allah!

          Telah dinyatakan dalam Al-Sunnah (hadits Nabi Muhammad SAW), bahwa kepatuhan makan dan minum serta berhubungan suami isteri karena sedang berpuasa tidaklah cukup apabila ucapan dan perbuataannya itu masih jelek dan jahat. Nabi bersabda :

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ للهِ حَاجَةٌ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ.

“Barang siapa yang tidak dapat meninggalkan perkataan keji dan melaksanakannya, maka Allah tidak butuh kepada puasa orang tersebut ia sudah meninggalkan makan dan minum.”

Pada Hadits lain Nabi juga menegaskan:

كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ مِنْ صِيَامِهِ إِلاَّ الجُوْعُ وَالعَطَشُ.

“Banyak orang yang berpuasa akan tetapi tidak menghasilkan apa-apa dari puasanya kecuali lapar dan dahaga.”

          Al-Imam Al-Qusyairi lebih jauh menguraikan dimensi taqwa yang merupakan nilai intrinsik dari ibadah puasa. Menurut pendapatnya, kata “taqwa” terdiri dari empat huruf yaitu:

Rendah hati, tidak sombong          ت : التَوَاضُعُ

Ikhlas menerima keadaan, tidak rakus          ق : القَنَاعَةُ

 Selektif mencari rezeki, tidak ceroboh         و : الْوَرَعُ

      Optimis tidak pesimis     ي : اليَقِيْنُ

          Imam Al-Qusyairi ingin menegaskan bahwa taqwa sebagai capaian nilai intrinsik puasa, harus dapat membentuk pribadi yang tawadhu, qona’ah, wara’i dan yakin (percaya diri dan optimis. Kemudian, nilai intrinsik tersebut mampu menampilkan dimensi ekstrinsik berupa terbentuknya masyarakat yang adil berkemakmuran dan makmur berkeadilan (harmonis sosial), karena anggota masyarakatnya memiliki nilai-nilai luhur yang dicapai dari ibadah puasa seperti tawadlu’,qana’ah, wara’i, dan yakin itu.

          Dr. Yusuf al-Qardlawi menyatakan, bahwa shaum merupakan Madrasah Mumtazah (sekolah unggulan) dengan kurikulum illahiyah yang mampu membentuk manusia berjiwa taqwallah yang paripurna. Latihan-latihan yang ada dalam shaum (puasa) merupakan pendidikan yang efektif. Kita dapat mengambil contoh tentang latihan menahan lapar misalnya. Imam Abu Sulaiman al-Darani seperti dikutip dalam kitab Ihya –Ulumuddin sebagai berikut :

مَنْ شَبِعَ دَخَلَ عَلَيْهِ سِتُّ آفَاتٍ. فَقْدُ حَلَاوَةِ الْمُنَاجَاةِ. تَعَذُّرُ حِفْظِ الْحِكْمَةِ وَحِرْمَانُ الشَّفَقَةِ لِأَنَّهُ إِذَا شَبِعَ ظَنَّ أَنَّ النَّاسَ كُلَّهُمْ شُبَّاعٌ وَثِقَلٌ فِي الْعِبَادَةِ وَزِيَادَةُ الشَّهَوَاتِ وَالْمُؤْمِنُوْنَ يَدُوْرُوْنَ حَوْلَ الْمَسَاجِدِ وَالشَّبَّاعُ يَدُوْرُوْنَ حَوْلَ الْمَزَابِلِ.

“Orang yang selalu kenyang perutnya akan terkena enam macam bahaya:

  1. Kehilangan lezatnya beribadah,

  2. Sulit menghafal dan menerima ilmu (al-hikmah),

  3. Tidak punya rasa belas kasihan kepada orang lain karena menganggap orang lain sama-sama kenyangnya,

  4. Berat untuk beribadah,

  5. Semakin bertambah tinggi intensitas nafsu birahi,

  6. Enggan ke masjid karena yang dituju cuma tempat pembuangan akhir (WC).”

          Sesuai dengan namanya, Ramadhan (berarti pembakaran) merupakan kawah candradimuka yang mampu menempa manusia kotor berlumuran dosa menjadi orang-orang yang bersih sebersih kertas tanpa noda. Itulah sebabnya, orang-orang paripurna menunaikan ibadah puasa pada bulan Ramadhan, mereka kembali kepada fithrah yang suci.

          Setelah kembali ke fitrah yang suci, tugas kita selanjutnya adalah bagaimana mengisi lembaran-lembaran kehidupan yang sudah putih bersih itu. Kita mesti mengisi dan menghiasinya dengan amal sholeh yang lebih baik dan lebih berkualitas lagi, dengan senantiasa berusa tidak menodainya. Kita mesti lebih punya spirit atau semangat yang tinggi dalam mengisi lembaran kehidupan setelah Ramadhan dengan memperbanyak amal sholeh. Kita mesti lebih sabar menghadapi tantangan dan godaan yang bisa menggelincirkan kita untuk berbuat mungkar dan dosa. Semangat untuk beramal dan sabar menghadapi cobaan itulah yang harus kita capai setelah peripurna menunaikan puasa, sebagaimana dipesankan oleh Umar bin Al-Khattab :

لَيْسَ الْعِيْدُ لِمَنْ لَبِسَ الْجَدِيْدَ بَلِ الْعِيْدُ لِمَنْ طَاعَتُهُ تَزِيْدُ

وَلَيْسَ الْعِيْدُ لِمَنْ لَبِسَ الْجَدِيْدَ بَلِ الْعِيْدُ لِمَنْ صَبْرُهُ يَزِيْدُ

“Hari raya bukanlah milik orang-orang yang berpakaian bagus, akan tetapi hari raya itu milik orang-orang yang ibadah dan kesabarannya meningkat.”

          Pesan untuk senantiasa meningkatkan ketaqwaan dan kesaban itu, tampaknya sangat sesuai dengan makna Syawal, bulan yang datang menyambut habisnya Ramadhan. Seakan-akan antara Ramadhan dan Syawal terdapat suatu dialektika yang serasi. Ramadhan berarti pembakaran sehingga karat yang menumpulkan hati kita rontok karena dibakar, dan hatipun menjadi memuai atau “empuk” untuk ditempa, sehingga menjadi tajam terhadap nur dan hidayah Allah SWT. Setelah hati menjadi tajam, maka badan pun menjadi ringan untuk melaksanakan ibadah dan amal shaleh di bulan syawal dan bulan-bulan selanjutnya.

          Puasa bahkan bisa dianggap sebagai suatu fase metamorfase, yaitu suatu fase di mana manusia akan mengalami perubahan/pembaharuan bentuk. Pada saat sebelum menunaikan ibadah puasa, kita diibaratkan seperti ulat yang bentuknya menjijikan dan punya karakter jelek yang selalu merugikan pihak lain, pekerjaannya hanya makan dan buang kotoran, sedangkan yang menjadi santapan ulat adalah tanaman petani. Namun ulat yang begitu jelek, baik bentuk maupun karaternya itu, dengan melalui proses menjadi kepompong (dimana pada saat seperti ulat berpuasa) meninggalkan kebiasaan yang jelek, beruzlah dari lingkungan yang tidak baik dan tawajjuh dengan berdzikir menggoyangkan kepalanya ke utara dan selatan, ulat bisa berubah menjadi kupu-kupu yang cantik dan indah. Dan setelah menjadi kupu-kupu karakternya pun berubah 180 derajat, yang semula merusak tanaman petani, kini menjadi kupu-kupu justru menjadi pembantu para petani di dalam menyemaikan bunga betina dengan pejantan yang dibawa serta oleh kupu-kupu itu, setelah dia menghisap madu bunga.

          Maka, orang-orang paripurna menjalankan ibadah puasa berubah menjadi orang-orang bertaqwa dengan empat ciri yang khas sebagaimana  yang diterangkan di atas. Mereka menjadi orang sholeh secara ritual (individual) dan sosial.

اللهُ أَكْبَرْ 3× ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرْ، اللهُ أَكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْد.

Jamaah Shoalat ‘Ied yang dimuliakan Allah!

          Akhir-akhir ini kita melihat maraknya tokoh-tokoh Nasional di negeri ini yang bersiap-siap untuk menjadi presiden. Ada yang tidak menyadari bahwa apa yang dilakukannya selama ini telah banyak merugikan negara dan banyak menipu rakyat dan bertekad untuk tetap menjadi Presiden. Ada yang benar-benar tidak tahu diri bahwa dirinya sudah tidak layak menjadi Presiden tetapi tetap gigih untuk menjadi Presiden. Ada yang sudah bersafari keliling pesantren-pesantren, dukun-dukun dan paranormal untuk meminta restu supaya dirinya terpilih menjadi Presiden. Ada yang malu-malu kucing mengaku tidak mau menjadi Presiden tetapi apa yang terjadi di dalam hatinya adalah sebaliknya.

          Sebagai umat Islam kita malu dengan apa yang mereka tampilkan saat ini, motivasi mereka untuk menjadi pemimpin karena melihat adanya kesempatan untuk mencari materi yang lebih besar dari apa yang telah mereka keluarkan selama berkampanye. Calon pemimpin yang banyak mengeluarkan biaya tentu akan berupaya untuk mencari pos-pos proyek yang dapat mengembalikan biaya yang teah mereka keluarkan. Pemimpin seperti ini tidak akan pernah mendatangkan keberkahan dan rahmat Allah pada bangsa ini tetapi mereka hanya akan mengundang murka Allah kepada kita.

          Bersyukur di negeri ini masih ada ulama-ulama yang sholeh dan zuhud, masih ada pemuda-pemuda yang sholeh yang giat berjuang di medan dakwah, masih ada wanita yang sholehah yang menutup auratnya, masiha ada ibu-ibu yang sayang pada anaknya dan membimbing anak-anaknya untuk rajin mengaji dan rajin sholat.

          Bersyukur di negeri ini masih ada binatang-binatang dan tumbuhan-tumbuhan yang senantiasa bertasbih kepada Allah, mereka hidup mensucikan asma Allah sekalipun mereka bukan makhluk yang berakal. Karena keberadaan merekalah murka Allah yang lebih besar tidak turun kepada bangsa ini.

اللهُ أَكْبَرْ 3× ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرْ، اللهُ أَكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْد.

Saudara-saudara kaum Muslimin dan Muslimat jama’ah Sholat ‘Ied yang dimuliakan Allah!

          Ingatlah bahwa Indonesia ini berdiri dengan pondasi tauhid dari para pejuang-pejuang islam yang tidak pernah gentar melawan penjajahan Belanda, Portugis, Jepang, maupun sekutu.

          Pekikan tasbih, tahmid, dan takbir senantiasa berkumandang dari hati dan lisan mereka. Mereka berjuang tidak kenal lelah dan perjuangan mereka bukan utuk mencari materi, bukan pula hanya sekedar mencari kenyamanan hidup. Mereka berangkat dari masjid-masjid dan berjuang dengan semangat menegakkan kalimat Allah di muka bumi dan mengusir orang kafir dari muka bumi Indonesia.

          Sebut saja Pangeran Diponegoro dan Tuanku Imam Bonjol, keduanya adalah tokoh-tokoh Islamyang berjuang dengan semangat tauhid, tidak takut mati, dan tidak takut ancaman apapun. Bung Tomo dengan lantang memekikkan takbir yang menggugah semangat arek-arek Suroboyo berani mengusir tentara KNIL dan membunuh Malaby. Jendral Sudirman adalah sosok yang tidak kenal lelah dan pantang menyerah, penyakit asma yang menggerogoti tubuhnya tidak membuatnya berhenti berjuang walaupun harus bersembunyi di hutan-hutan dalam keadaan ditandu.

          Perjuangan mereka dilandasi oleh adanya motivasi anti penindasan dan anti kekufuran. Dari motivasi itulah lahir dari dalam dada umat Islam untuk berani bersama-sama berjuang dan mengusir penjajah di bumi Indonesia ini. Kalau demikian negeri Indonesia yang sekarang kita tempati ini adalah negeri yang dibangun atas landasan tauhid dan bukan dengan landasan kekufuran. Pondasi tauhid itulah yang membuat negeri ini menjadi berwibawa di hadapan negara-negara lain. Tetapi dalam perjalanannya negeri kita ini kehilangan kekebalan tubuhnya dengan maraknya virus kemunafikan, kesmusyrikan, dan kekufuran. Negeri kita sedang sakit dan bekal untuk berobat pun sudah hampir habis.

          Negeri ini terlilit hutang, keadaan ekonominya seperti telur di ujung tanduk, labil, dan sangat tergantung pada rentenir-rentenir Yahudi dan Nashrani.

          Negeri ini butuh nahkoda yang mempunyai karakter pejuang yang bertauhid, tidak mengejar materi dan menggerogoti kekayaan negeri, yang sederhana dan tidak menghambur-hamburkan keuangan negara. Negeri kita tidak lagi butuh janji-janji tetapi butuh nutrisi yang dapat mengobati penyakitnya dan bangkit berjuang untuk kemuliaan.

يَقُوْلُوْنَ لَئِنْ رَجَعْنَا إِلَى الْمَدِيْنَةِ لَيُخْرِجَنَّ الْأَعَزُّ مِنْهَا اْلأَذَلَّ. وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُوْلِهِ وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ وَلَكِنَّ الْمُنَافِقِيْنَ لَا يَعْلَمُوْنَ.

Artinya:

“Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui.” (Al-Munaafiquun [63]: 8)

اللهُ أَكْبَرْ 3× ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرْ، اللهُ أَكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْد.

Saudaraku kaum Muslimin dan Muslimat yang dimuliakan Allah!

          Seorang pemimpin yang bertauhid mempunyai karakteristik sebagai berikut:

  1. Sehat secara spiritual

              Dalam memilih pemimpin kita membutuhkan sosok yang sehat secara spiritual, mental, phisik, intelektual, dan sehat secara sosial. Seseorang pemimpin yang sehat secara spiritual adalah sosok pemimpin yang bertauhid yang di dalam jiwanya tidak ada penyakit kemunafikan, kemusyrikan, dan kekufuran. Dia adalah sosok pemimpin yang komitmen pada syahadatnya, khusyu’ dalam sholatnya, senantiasa berdzikir di manapun dia berada, senang berpuasa sehingga dirinya terbebas dari hawa nafsu yang menyesatkan, senang bertaubat dan mohon ampun dari segala kesalahan, setiap saat bermuhasabah dengan apa yang telah dilakukannya, menjadikan Al-Qur’an sebagai bacaan wajibnya dan senantiasa berdoa’a sebelum dan sesudah melakukan aktifitas apapun sehingga Allah senantiasa memberikan keberkahan dan rahmat kepada-Nya.

              Pemimpin yang munafik dapat menyebabkan dirinya anti pada kebenaran, mudah menghianati amanah yang ada di pundaknya, dia akan menjadi pemimpin yang korup, tidak taat pada hukum, menzhalimi orang-orang miskin, dan membiarkan perbuatan maksiat merajalela. Sebaliknya dia akan menghambat jalannya dakwah dan membenci orang-orang yang senang berdakwah. Prinsip kepemimpinannya akan condong pada sistem kekafiran, enggan bekerjasama dengan orang-orang mukmin dan berkomitmen untuk bekerjasama dengan orang kafir. Pemimpin seperti ini tidak akan ditolong oleh Allah, sebagaimana firman-Nya:

بَشِّرِ الْمُنَافِقِيْنَ بِأَنَّ لَهُمْ عَذَابًا أَلِيْمًا. الَّذِيْنَ يَتَّخِذُوْنَ الْكَافِرِيْنَ أَوْلِيَآءَ مِنْ دُوْنِ الْمُؤْمِنِيْنَ. أَيَبْتَغُوْنَ عِنْدَهُمُ الْعِزَّةَ. فَإِنَّ الْعِزَّةَ لِلَّهِ جَمِيْعًا.

Artinya:

“Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih, (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekutan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah.” (QS. An Nisa: 138-139)

              Pemimpin yang sehat secara spiritual adalah pemimpin yang jiwaya terbebas dari penyakit kemusyrikan. Karakter orang-orang musyrik adalah senang mencampuradukkan antara yang hak dengan bathil, satu sisi ia menyembah Allah tapi karena suatu hal dia juga senang menyembah selain Allah. Satu sisi ia yakin kebenaran ajaran Islam tetapi ia juga yakin kebenaran selain Islam. Kalau dia memohon sesuatu supaya dikabulkan oleh Allah permohonannya, dan setelah dikabulkan oleh Allah, dirinya tidak bersyukur kepada Allah tetapi justru bersyukur kepada selain Allah.

              Ini adalah seorang pemimpin yang senang memuja di atas kuburan-kuburan yang dikeramatkan, senang datang ke dukun untuk mencari fatwa, senang datang ke paranormal untuk memprediksi hal-hal yang ghoib dan senang datang ke tukang sihir untuk menjaga keselamatan dirinya.

Rasulullah SAW. bersabda:

مَنْ أَتَى عَرَّافًا أَوْ سَاحِرًا أَوْ كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. (رواه البراز وأبو يعلى)

 Artinya:

“Barang siapa yang datang kepada paranormal, tukang sihir, dan dukun lalu mempercayai apa yang dikatakannya, maka ia berarti telah kufur dengan apa yang telah diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. (HR. Al Bazaar & Abu Ya’la).

Seorang pemimpin yang senang mendatangi paranormal dan menjadikannya sebagai penasehat spiritualnya, maka sholatnya tidak akan diterua oleh Allah selama 40hari 40 malam.

              Seorang pemimpin yang sehat secara spiritual adalah pemimpin yang bebas dari kekufuran. Cukuplah orang itu disebut kafir apabila ia beragama selain agama Islam. Orang yang kafir tidak akan pernah mampu memahami konsep kebenaran yang datangnya dari Allah. Hatinya tertutup untuk menerima kebenaran tauhid. Mereka menuhankan akal dan hartanya, membanggakan anak-anak dan keturunannya dengan harta dan kedudukan. Dunia adalah tujuan akhir dari perjuangan hidupnya, kebaikan dan ibadahnya hanya untuk kepentingan dunia.

              Karakter dasarnya adalah membenci dan ingin mencelakai orang-orang mukmin, sebagaimana firman Allah:

يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا لَا تَتَّخِذُوْا بِطَانَةً مِنْ دُوْنِكُمْ لَا يَأْلُوْنَكُمْ خَبَالًا وَدُّوْا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِيْ صُدُوْرُهُمْ أَكْبَرُ. قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ اْلآيَاتِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُوْنَ (آل عمران : 118)

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu, mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah kami terangkan kepadamu ayat-ayat (kami), jika kamu memahaminya. (QS. Ali Imran: 118).

              Jelaslah bahwa yang hak itu adalah hak dan yang bathil adalah bathil. Cukuplah Allah yang menjadi penolong kita yang Maha Mengetahui segala yang tidak terlihat oleh mata kita dan semua yang terbesit di dalam hati orang-orang yang beriman maupun segala keburukan yang terdetik di dalam hati orang-orang kafir.

 اللهُ أَكْبَرْ 3× ، وَلِلَّهِ الْحَمْد.

Saudaraku kaum Muslimin dan Muslimat yang dimuliakan Allah!

2. Sehat secara mental

              Bagaimanakah sosok pemimpin yang sehat secara mental? Dia adalah orang yang sabar, jujur, dan adil. Kesabaran adalah unsur segala kebaikan yang dapat membentuk sifat tawadhu’, qona’ah, pemaaf, penyayang, peduli terhadap dhu’afa dan anak-anak yatim. Rasulullah adalah contoh pemimpin yang sabar dalam ketaatan dan sabar dalam menghadapi cobaan. Sabar akan melahirkan karakter istiqomah, dan istiqomah akan mendatangkan pertolongan Allah, sebagaimana firman-Nya:

إِنَّ الَّذِيْنَ قَالُوْا رَبُّنَا اللهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوْا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَنْ لَا تَخَافُوْا وَلَا تَحْزَنُوْا وَأَبْشِرُوْا بِالْجَنَّةِ الَّتِيْ كُنْتُمْ تُوْعَدُوْنَ.

Artinya:

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan “Tuhan kami adalah Allah”, kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka Malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan; “Janganlah kamu takut dan janganlah kamu sedih, dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu”. (QS. Fushshilat : 30).

              Orang yang sehat mental adalah orang-orang yang jujur. Bangsa ini membutuhkan pemimpin yang jujur. Kejujuran akan melahirkan kebenaran. Allah SWT berfirman:

يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ. وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا. (الأحزاب : 70-71)

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah akan memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar. (QS. Al-Ahzab: 70-71).

              Pemimpin yang sehat secara mental adalah orang-orang yang adil dalam menegakkan hukum. Keadilan akan mendatangkan ketenangan, ketentraman, dan kenyamanan. Pejabat yang korup harus diadili dan apabila terbukti bersalah dia harus dihukum. Orang yang mencuri ayam pun harus diadili tetapi apabila tidak cukup saksi-saksi dan alasan dia mencuri karena hanya untuk mencari sesuap nasi maka keadilannya adalah memaafkannya. Orang yang kaya apabila dia melakukan kesalahan juga harus dihukum, apabila terbukti bersalah. Semua sama di hadapan hukum.

 اللهُ أَكْبَرْ 3× ، وَلِلَّهِ الْحَمْد.

Saudaraku kaum Muslimin dan Muslimat yang dimuliakan Allah!

  1. Sehat secara intelektual

              Ini adalah sosok pemimpin yang cerdas, punya kemampuan untuk menetapkan skala prioritas dalam menghadapi masalah.

              Ahli strategi dalam bidang politik, ekonomi, dan keamanan. Punya kemampuan manajerial yang baik sehingga dapat menciptakan sistem pemerintahan yang seimbang, tidak memisahkan antara aturan agama dan pemerintahan. Permasalahan politik, ekonomi, keamanan dan sebagainya yang ada di Indonesia hanya dapat diselesaikan oleh pemimpin yang mempunyai sifat fathonah.

  1. Sehat secara sosial

              Dia merupakan pemimpin dakwah karena akhlaknya akan menjadi cerminan buat rakyatnya. Bersifat dermawan, mencintai sesama manusia, memberikan perlindungan hidup kepada anak yatim, janda-janda, orang-orang jompo, orang-orang cacat, dan orang-orang miskin.

              Dia adalah sosok pemimpin yang mengutamakan kesejahteraan bagi rakyatnya, memberikan kesempatan kerja dan memberikan perlindungan hukum bagi seuruh rakyatnya. Perilakunya adalah tabligh dan hanya untuk mengagungkan Allah dan ayat-ayat-Nya di muka bumi.

…..وَلِتُكَبِّرُوْا اللهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ. (البقرة: 185)

Artinya:

“……dan hendaknya kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Baqarah: 185).

أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا، وَسَارِعُوْا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَاْلأَرْضُ، أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِيْنَ. وَالَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِي السَّرَّآءِ وَالضَّرَّآءِ وَالْكَاظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِ، وَاللهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَ.

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلْ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.