”Bondo Bahu Pikir, Lek Perlu Sak Nyawane Pisan”

Oleh Ust. Muhammad Fathun Ni’am

Wakil Direktur Pondok Modern Al-Barokah

Pendidikan dalam pesantren memang berbeda menuju usianya yang ke 25 tahun. Pondok modern Al-Barokah senantiasa istiqomah dalam mendidik putra putrinya dengan metode pendidikan yang telah terlebih dahulu di terapkan oloeh pondok modern Gontor.

Ada satu ungkapan yang sering kali disampaikan sebagai nasehat oleh guru-guru di sana :

”BONDO BAHU PIKIR, LAK PERLU SAK NYAWANE PISAN”

Ungkapan yang sederhana namun jika di terapkan akan sanggup merevolusi system pendidikan nasional yang ada di Indonesia. Kenapa begitu, karena mental pendidik dan para siswa yang saat ini mewarnai sistem pendidikan di negara kita ini berorentasi pada materi, sehingga segala sesuatu di ukur dari hasil ( materi) apa yang di dapatkan jika saya melakukan A atau melakukan B.

Sedangkan makna dari ungkapan di atas bahwa menuntut ilmu itu adalah perjuangan. Gurur berjuangan, murid berjuang, bahkan kepala sekolahpun berjuang. Maka jika guru ikhlas dalam mengajar lahir batin, ikhlas mengeluarkan tenaganya, bahkan harta dan nyawanya juga kalau perlu, ruh ikhlas akan mengalir dan mewarnai para peserta didik sehingga mereka pun ikhlas dalam belajar, dalam menerima pelajaran dari para guru-guru mereka.

Dan hal ini sesuai dengan yang difirmankan Allah Swt :

“Dan berjihadlah kalian dengan harta-harta dan jiwa-jiwa kalian di jalan Allah”

Ketika siswa-siswi sejak dini sudah terdidik dengan modal pendidikan mental sebagaimana yang diterapkan di pesantren. Diharapkan kelak mereka mampu menjadi generasi penerus yang dapat merevolusi “MENTAL” bangsa ini menjadi lebih baik. Karena para pemuda hari ini adalah para pemimpin dimasa yang akan datang.

Sebenarnya dua hala yang menjadi titik berat dari pendidikan di masa ini yang petama adalah mental, dan yang kedua adalah karakter. Keduanya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Seorang guru yang memiliki mental yang baik dia akan memiliki visi untuk mendidik siswa-siswinya dan membentuk karakter mereka.

Sebagai contoh, untuk membentuk karakter siswa yang mencintai kebersihan, seorang guru haruslah memiliki mental yang ikhlas untuk membimbing terlebih dahulu, bukan karna tendensi materi tertentu. Dengan begitu dia akan senantiasa memeperhatikan kebersihan muridnya di dalam maupun di luar sekolahnya, sehingga benar-benar terwujudnya karakter seorang murid yang mencintai kebersihan.

Sayangnya untuk merevolusi pendidikan yang ada di negeri tercinta kita ini tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Perlu adanya campur tangan dari masyarakat paling bawah hingga pemerintah sebagai penguasa, serta keseriusan mereka. Sungguh bagaikan punguk merindukan bulan.

Tidak mudah memang, maka salah satu solusinya atau bahkan satu-satunya adalah pondok pesantren. Ketika sistem pendidikan nasional sudah tidak lagi dipercaya untuk membentuk karakter anak bangsa, untuk mendidik mental anak negri, pesantren dengan model pendidikannya yang khas, mampu menjawab kebimbangan tersebut.

Harapannya, semoga kedepan pesantren di sahkan menjadi sistem pendidikan resmi secara nasional sehingga mental dan karakter anak bangsa menjadi lebih baik dan Indonesia semakin maju.